BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an
adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman
untuk umat Islam. Kitab yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
di Dunia maupun diakhirat yang dirangkum dalam Al-Qur’an. Banyak sejarah yang
mengungkap bagaimana turunnya Al-Qur’an dan bagaimana cara Nabi Muhammad SAW
menyampaikan kepada umatnya. Banyak lika-liku yang dihadapi Nabi Muhammad SAW
dalam menyampaikan ajaran agama islam dengan Al- Qur’an sebagai pedomannya.
Begitu pentingnya Al-Qur’an sehingga umat islam wajib memahami, mempelajari,
dan mengamalkan Al-Qur’an. Dalam mempelajari Al- Qur’an banyak aspek yang
dibahas mengenahi Al-Qur’an, salah satunya adalah ilmu Ulumul Qur’an. Ulumul
Qur’an adalah cabang ilmu Al-Qur’an yang membahas tentang asal-usul Al-Qur’an
baik asal-usul turunnya maupun isi yang terkandung didalamnya. Sehingga menjadi
penting untuk mempelajari ilmu tersebut. Agar dalam memahami Al-Qur’an menjadi
lebih mudah dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
makalah yang saya buat berisi pembahasan tentang pengertian ilmu,
pengertian al-Qur’an, pengertian ulumul qur’an, sejarah pertumbuhan ulumul
qur’an, pentingnya mempelajari ulumul qur’an, bukti ilmiah kebenaran al-Qur’an .
b.
Rumusan masalah
1.
Pengertian
ilmu.
2.
Pengertian
al-Qur’an.
3.
Pengertian
ulumul qur’an.
4.
Sejarah
pertumbuhan ulumul qur’an.
5.
Pentingnya
mempelajari ulumul qur’an.
6.
Bukti
ilmiah kebenaran al-Qur’an.
c.
Tujuan Pembahasan
Makalah
ini kami buat agar teman-teman mahasiswa lebih mengerti atau paham dengan mudah
apa itu pengertian ilmu, pengertian al-Qur’an, pengertian ulumul qur’an. Bukan
hanya itu, kami juga berharap bagaimana temen-temen mahasiswa dapat mengetahui
sejarah-sejarah pertumbuhan ulumul qur’an dan pentingnya mempelajari ulumul
qur’an. Tentunya agar kita lebih yakin bahwa al-Qur’an adalah benar-benar kitab
yang diturunkan oleh Allah SWT, maka dari itu kami juga membahas bukti-bukti
ilmiah kebenaran al-Qur’an.
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Ilmu
Kata
ulum (علوم) merupakan bentuk plural dari kata tunggal ilm (علم). Kata ilm adalah bentuk masdar (kata kerja yang dibendakan).
Secara etimologis berarti al-fahmu (paham), al-ma’rifah (tahu) dan al-yaqin
(yakin).[1] Ketiga istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda dan bisa
dikaji lebih mendalam buku-buku perbedaan kosakata bahasa Arab, seperti kitab
al furuq al-lugawiyyah karya Abu Hilal al-Askari.
Secara
terminologis, ilmu mempunyai definisi-definisi yang berbeda sesuai dengan latar
belakang pendefinisi tersebut.[2] Para filosof mengartikan bahwasanya ilmu
adalah konsep yang muncul dalam akal maupun keterkaitan jiwa dengan sesuatu
menurut cara pengungkapannya. Para Teologis berpendapat bahwa ilmu adalah sifat
yang bisa membedakan sesuatu tanpa kontradiksi. Sedangkan orang-orang bijak mengartikan
ilmu sebagai gambaran sesuatu yang dihasilkan dari akal.[3]
Adapun
menurut syara’, ilmu adalah mengetahui dan memahami Ayat-ayat Allah dan
lafalnya berkenaan dengan hamba dan mahluk-makhluknnya. Dari situlah Imam
Ghazali berpendapat bahwasanya ilmu sebagai objek yang wajib dipelajari oleh
orang Islam adalah konsep tentang ibadah, akidah, tradisi dan etika Islam
secara lahir dan batin.[4]
Al-Qur’an
menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali.
Antara lain firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 31-32 “proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan” [6]. Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan
kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu disamping klasifikasi dan ragam
disiplinnya.[5]
Menurut
John G. Kemeny, Ilmu merupakan
semua pengetahuan yang dikumpulkan dengan metode ilmiah. Dari pernyataan
tersebut jelas bahwa ilmu merupakan hasil/produk dari sebuah proses yang dibuat
dengan menggunakan metode ilmiah sebagai suatu prosedur. Proses yang dilakukan
untuk menghasilkan suatu ilmu bukan merupakan proses pengolahan semata tetapi
merupakan suatu rangkaian aktivitas ilmiah/penelitian terhadap suatu hal yang
dilakukan oleh sekelompok orang yang dikenal dengan istilah ilmuan(scientist) yang bersifat rasional, kognitif dan teleologis
(memiliki tujuan yang jelas).
menurut
The Liang Gie Definisi Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional
dan kognitif dengan metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala – gejala
kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan (The
Liang Gie, 130). Suatu ilmu harus bersifat empiris (hasil dari panca
indera/percobaan), sistematis (memeiliki keterkaitan yang teratur), objektif
(bukan hasil prasangka), analitis dan verifikatif (bertujuan mencari kebenaran
ilmiah). Ilmu memiliki pokok persoalan (objek) dan fokus perhatian. Sebagai
contoh ilmu alam. Ilmu alam memiliki pokok persoalan terkait dengan alam dengan
beberapa fokus perhatian seperti fisika, kimia, biologi, dll.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa ilmu berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan
kumpulan fakta yang merupakan bahan dari suatu ilmu, sedangkan ilmu adalah
suatu kegiatan penelitian terhadap suatu gejala ataupun kondisi pada suatu
bidang dengan menggunakan berbagai prosedur, cara, alat dan metode ilmiah
lainnya guna menghasilkan suatu kebenaran ilmiah yang bersifat empiris,
sistematis, objektif, analisis dan verifikatif.
b. Pengertian
Al-Qur’an
Kata
al-Qur'an merupakan bentuk Mashdar (kata kerja yang dibendakan), dengan
mengikuti standar Fu'lan, sebagaimana lafadz Gufran, Rujhan dan Syukran. Lafadz
Qur'an adalah lafadz Mahmuz, yang salah satu bagiannya berupa huruf hamzah,
yaitu pada bagian akhir, karenanya disebut Mahmuz Lam, dari lafadz:
Qara'a-Yaqra'[u]-Qirâ'at[an]-Qur'ân[an], dengan konotasi
Tala-Yatlu-Tilawat[an]: membaca-bacaan. Kemudian lafadz tersebut mengalami
konversi dalam peristilahan syariat, dari konotasi harfiah ini, sehingga
dijadikan sebagai nama untuk bacaan tertentu, yang dalam istilah orang Arab
disebut: Tasmiyyah al-maf'ul bi al-mas{dar, menyebut obyek dengan Masdarnya.
Konotasi harfiah seperti ini dinyatakan dalam firman Allah swt. dalam Q.S.
al-Qiyamah/75:16-17. Terjemahnya: Janganlah kamu gerakkan
lidahmu untuk (membaca) al-Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.[6]
Sebagian
ulama berpendapat bahwa kata al-Qur’an bukan lafadz Mahmuz (yang salah satu
bagiannya berupa huruf hamzah) dan tidak diambil dari pecahan kata قرأ.[7] Seperti Imam Syafi’i (150-204 H), salah seorang imam mazhab
yang terkenal, mengatakan bahwa kata al-Qur’an ditulis dan dibaca tanpa hamzah,
serta tidak diambil dari pecahan kata manapun (ghayr musytaqq). Ia adalah nama
khusus yang dipakai untuk kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
seperti halnya dengan nama Injil dan Taurat, yang masing-masing diberikan kepada
nabi Isa dan nabi Musa.[8]
Para
ahli bahasa, ulama ushul dan kalam telah mendefinisikan al-Qur'an dengan
definisi yang beragam. Dalam pandangan ahli bahasa, al-Qur’an adalah nama
perkataan Allah yang memiliki mu’jizat, yang diturunkan kepada nabi Muhammad
saw. Ulama fikih dan usul memberikan definisi al-Qur’an yaitu kalam Allah yang diturunkan
kepada Muhammad saw. membacanya dinilai sebagai ibadah, dinukilkan secara
mutawatir mulai dari surah al-Fatihah sampai ke akhir surah al-Nas. Sedangkan
ulama kalam memberikan pengertian al-Qur’an sebagai kalam Allah yang berdiri
sendiri, bukan berupa huruf, bukan makhluk dan tidak dengan suara.[9]
Dari
beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa al-Qur'an adalah kalam Allah
yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Muhammad saw. dan dinukil kepada kita
secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika membacanya.
Batasan: kalam Allah
yang berupa mukjizat telah menafikan selain kalam Allah, seperti kata-kata
manusia, jin, malaikat, nabi atau rasul. Karena itu, hadits Qudsi ataupun
hadits Nabawi tidak termasuk di dalamnya.
Batasan: diturunkan
kepada Muhammad saw. telah mengeluarkan apa saja yang dikatakan sebagai
al-Qur'an, namun tidak mutawatir, seperti bacaan-bacaan Syaz, yang tidak
Mutawatir, yang telah diriwayatkan bahwa bacaan tersebut merupakan al-Qur'an,
namun ternyata diriwayatkan secara Ahad, maka bacaan tersebut tidak bisa
dianggap sebagai al-Qur'an.
c. Pengertian
Ulumul Qur’an
Adapun
yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an dalam terminologi para ahli ilmu-ilmu
al-Qur’an seperti diformulasikan Muhammad ‘Ali al-Sabuni adalah sebagai
berikut:
يقصد
بعلوم القرآن الأبحاث التى تتعلق بهذا الكتاب المجيد الخالد من حيث الترول،
والجمع، الترتيب والتدوين ومعرفة اسباب الترول والمكي منه والمدنى ومعرفة
الناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشابه وغير ذلك من الأبحاث الكثيرة اتى تتعلق بالقرآن
العظيم او لها صلة به
“Yang dimaksud dengan
Ulumul Qur’an ialah rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an yang
agung lagi kekal, baik dari segi (proses) penurunan dan pengumpulan serta
tertib urutan-urutan dan pembukuannya, dari sisi pengetahuan tentang asbabun
nuzul, makiyyah-madaniyyah, nasikh-mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, dan
berbagai pembahasan lain yang berkenaan dengan al-Qur’an.”
Dari definisi Ulumul
Qur’an di atas, dapat dipahami bahwa yang menjadi objek utama dari kajian
Ulumul Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri.
Selain definisi di
atas, masih kita dapati pula definisi yang lain, seperti Manna‘ al-Qattan dalam
Mabahis fi Ulum al-Qur’an memberikan defenisi Ulumul Qur’an sebagai berikut:
العلم
الذى يتناول الأبحاث المتعلقة بالقران من حيث معرفة أسباب النزول, وجمع القران وترتيبه, ومعرفة
المكي والمدنى, والناسخ والمنسوخ, والمحكم والمتشابه, إلى
غير ذلك مماله صلة بالقران
“Ulumul Qur'an adalah
ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur'an
dari sisi informasi tentang Asbabun al-Nuzul (sebab-sebab turunnya
al-Qur'an), kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah dan
madaniyah, nasihk dan mansukh, ayat-ayat muhkam dan mutasyabih dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan al-Qur'an”.
Al-Zarqani dalam
kitab Manahilul Irfan fi Ulum al-Qur’an merumuskan definisi Ulumul Qur’an,
ialah:
عُلُوْمُ
الْقُرْآنِ هُوَ مَبَاحِثُ تَتَعلَّقَ بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مِنْ نَاحِيَةِ
نُزُوْلِهِ وَتَرْتِيْبِهِ وَجَمْعِهِ وَكَتَابَتِهِ وَقِرَاءَتِهِ وَتَفْسِيْرِهِ
وَاِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَدَفْعِ الشُّبَهِ عَنْهُ وَنَحْوِ
ذلِكَ
“Ulumul Qur’an ialah
pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an, dari segi
urutannya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
mukjizatnya, nasikh-mansukhnya, dan penolakan/ bantahan terhadap hal-hal yang
bias menimbulkan confused (keraguan) terhadap al-Qur’an (yang sering
dilancarkan oleh orientalis dan atheis dengan maksud untuk menodai kesucian
al-Qur’an) dan sebagainya.”
Dari
definisi-definisi Ulumul Qur’an tersebut di atas, kita dapat megambil
kesimpulan bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup
semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik berupa ilmu-ilmu agama,
seperti tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu I’rab
al-Qur’an.
Ulumul
Qur’an berbeda dengan ilmu yang merupakan cabang dari Ulumul Qur’an. Misalnya
ilmu Tafsir yang menitikberatkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an. Ilmu Qira’at menitikberatkan pembahasannya pada cara membaca
lafal-lafal al-Qur’an. Sedangkan Ulumul Qur’an membahas al-Qur’an dari segala
segi yang ada relevansinya dengan al-Qur’an. Karena itu, ilmu itu diberi nama
Ulumul Qur’an dengan bentuk jamak, bukan Ulumul Qur’an dengan bentuk mufrad.
d. Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur'an
*) Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.
Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a) Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain:
- Mempunyai daya hafalan yang kuat
- Mempunyai otak cerdas
- Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
- Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b) Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
c) Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
d) Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
*) Perintis Dasar Ulumul Qur'an dan pembukuannya
a) Perintis Dasar Ulumul Qur'an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an
Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu Al-Qur'an yang lain.
*) Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.
Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a) Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain:
- Mempunyai daya hafalan yang kuat
- Mempunyai otak cerdas
- Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
- Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b) Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
c) Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
d) Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
*) Perintis Dasar Ulumul Qur'an dan pembukuannya
a) Perintis Dasar Ulumul Qur'an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an
Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu Al-Qur'an yang lain.
e.
Pentingnya
mempelajari ulum al-qur’an
Ulum al-Qur`an ini akan
berkembang sesuai perkembangan waktu yang semakin kompleks dan global. Ulum
al-Qur`an ada karena perkembangan masalah yang berhubungan dengan al-Qur`an
baik dari sisi riwayah mapun dirayahnya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi
al-Qur`an sebagai pedoman hidup umat Islam. Maka sebagai pedoman hidup dari
segi al-Qur`annya tidak bertambah, akan tetapi dari segi sarana yang dapat
membantu memahami al-Qur`an semakin hari semakin berkembang. Contoh ketika
Al-Qur`an masih berada di kalangan bangsa Arab, al-Qur`an masih berupa tulisan
yang tidak dilengkapi syakal. Padahal syakal ini sangat dibutuhkan bagi
kalangan non Arab, untuk membantu cara membaca, memahami al-Qur`an supaya tidak
keliru. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-Qur`an ini
adalah antara lain sebagai berikut:
a. Memperoleh keahlian dalam
mengistimbath hukum syara’ baik mengenai i’tiqad , ibadah, mu’amalah,
akhlaq maupun lainnya.
b. Memudahkan umat Islam
dalam membaca dan memahami kandungan al-Qur`an.
c. Menggali kandungan yang
terdapat dalam al-Qur`an
d. Menguatkan keimanan dan
keyakinan kebenaran terhadap ajaran al-Qur`an.
e. Dapat menjelaskan
kelebihan-kelebihan al-Qur`an sebagai wahyu Allah bila dibandingkan dengan
kitab suci agama lain.
f. Mempersenjatai diri dari
serangan yang melemahkan al-Qur`an dari waktu ke waktu.
g. Mengurangi perbedaan
pemahaman yang prinsipil.
Berdasarkan ini, dapat dipahami kenapa ilmu al-Qur’an sangatlah diutamakan
dalam kajian keislamanan. Dari `Utsman bin `Affan,
dari Nabi SAW, bersabda :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya : Sebaik-baik
kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur`an dan mengajarkannya.(H.R.
Bukhari.)
f.
bukti
ilmiah kebenaran al-qur’an
"Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(Q.S
Al Baqarah ayat 164 )
Seiring
dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi , akhir akhir ini
semakin banyak Fakta Ilmiah dalam Al-Qur'an yang sudah berhasil dibuktikan
kebenarannya oleh para ilmuwan melalui penelitiannya. Fakta Ilmiah tersebut
baru-baru akhir abad ini ilmuwan dapat menjelaskanya, namun Sudah 14 abad yang
lalu, Fakta ilmiah tersebut tertulis/termaktub di Dalam Al-Qur'an. Subhanallah
Hal
tersebut semakin membuktikan bahwa Al-Quran adalah Firman Allah SWT yang
Kuasanya tiada batasnya. Dengan terbuktinya fakta-fakta ilmiah tersebut semakin
jelas tanda-tanda Kuasa Allah bagi orang-orang yang mau berpikir. Berikut beberapa
Fakta ilmiah yang terhimpun dari beberapa sumber, dimana berbagai penemuan
ilmiah sampai saat ini sesuai dengan ayat-ayat dalam Al-Qur'an;
1. Lautan Dua Warna ( Pertemuan
dua lautan)
Pertemuan
dua laut tersebut terjadi di selat gibraltar, tepatnya antara negara spanyol (
Eropa ) dan maroko ( Afrika)
Seorang Oceanografer berkebangsaan Prancis, Jaques Yves
Cousteau menemukan pertemuan dua lautan (pertemuan Samudra Atlantik dan
Mediterania) yang tidak bercampur satu sama lain. Menurutnya, fenomena aneh ini
seolah ada dinding yang membatasi kedua aliran air tersebut.
Menurut para Ilmuwan hal tersebut dapat terjadi karena air
laut dari lautan atlantik dan air laut dari lautan mediterania memiliki
karateristik yang berbeda. Suhu air berbeda, Kadar garam nya berbeda, Kerapatan
air (density) air pun berbeda.
Manusia dengan akal dan melalui penelitiannya baru dapat
menjelaskan fenomena tersebut akhir abad 20 M. Sedangkan AL QURAN yang
diturunkan Abad 7 Masehi ( 14 Abad yang lalu ) sudah menjelaskan fenomena
tersebut melalui FirmanNYA yang terdapat dalam Surah Ar-Rahman ayat 19-20 dan surah Al
Furqaan ayat 53 yang isinya ;
"Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya
ada batas yang tidak dilampui masing-masing." (QS Ar-Rahman: 19-20).
"Dan Dialah (Allah) yang membiarkan dua laut mengalir
(berdampingan), yang satu tawar dan segar dan yang lainnya asin. Dia jadikan
antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus,"(QS Al Furqan: 53).
2. Api Di dasar
Lautan
Fenomena
Api di dasar lautan ini ditemukan oleh seorang ahli geologi asal Rusia,Anatol
Sbagovich dan Yuri Bagdanov dan ilmuan asal Amerika Serikat, Rona Clint
ketika mereka sedang meneliti tantang kerak bumi dan patahannya di dasar lautan
di lepas pantai Miami. Mirip seperti lava cair yang mengalir dan disertai
dengan abu vulkanik seperti gunung berapi di daratan yang memiliki suhu
mencapai 231 derajat celcius. Meskipun sangat panas, tetapi tidak cukup untuk
memanaskan seluruh air yang ada di atasnya begitupun seluruh air yang ada
diatas nya tersebut tidak mampu memadamkan api panas tersebut, sungguh
keajaiban yang luar biasa.
Kalau kalian
suka kartun, fenomena api dalam laut ini juga terdapat dalam kartu one piece,
episode saat luffy dan kawan kawannya sedang menuju pulau manusia ikan, mungkin
Echiro oda pengarang One piece juga sudah tahu kebenaran fenomena tersebut dan
memasukannya dalam komik ciptaanya.
Sebenarnya Al Quran sudah menyebutkan
tentang api di dasar lautan ini.
"Demi bukit. Dan kitab
yang tertulis. Pada lembaran yang terbuka. Dan demi Baitul Makmur (Ka'bah). Dan
demi surga langit yang ditinggikan. Dan demi laut, yang di dalam tanah ada
api." (QS At-Thur: 1-6).
3. Garis Edar Tata
Surya
Sesuai dengan Perkembangan
Ilmu pengetahuan, kita ketahui bersama , bahwa matahari, planet , satelit dan
benda langit lainnya bergerak didalam garis edarnya masing masing. Menurut ahli
astronomi, matahari bergerak sangat cepat dengan kecepatan mencapai 720.000
km/jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang dinamakan Solar
Apex.Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer
dalam sehari.
Selain matahari,
semua planet, satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh
jarak ini. Semua bintang yang ada di alam semesta juga berada dalam suatu
gerakan serupa.
Mengenai Fenomena
tata surya dan garis edar sudah tertulis di dalam Al quran, antara lain dalam
surah Al Anbiya ayat 33 dan surah yasin ayat 38-40;
“Dan Dialah yang
telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al Anbiya:33)
“Dan matahari
berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
(setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk
tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun
tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”(QS
Yaa Siin: 38-40)
III. PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan makalah tersebut, dapat disimpulkan beberapa poin sebagai
sebagai berikut:
1. Ulumul Qur’an
terdiri atas dua kata: ulum dan al-Qur’an. Ulum (علوم) adalah plural dari kata tunggal ilm (علم), yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-Qur’an adalah
nama bagi kitab Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw. Dengan
demikian, maka secara harfiah kata ‘ulumul qur’an’ dapat diartikan sebagai
ilmu-ilmu al-Qur’an. Secara etimologis, Ulumul Qur'an adalah Ilmu-ilmu yang
mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur'an dari sisi
informasi tentang Asbabun Nuzul (sebab-sebab tuunnya Al-Qur'an), kodifikasi dan
tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah, madaniyah, nasikh dan mansukh,
al-muhkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur'an.
2. Istilah Ulumul
Qur’an sebagai satu cabang ilmu belum dikenal di zaman Rasulullah saw. Setiap
persoalan yang muncul di masa itu selalu dikembalikan/ditanyakan langsung
kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah mendapat gelar seolah-olah al-Qur’an
berjalan di atas bumi. Demikian pula zaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
3. Di era
pemerintahan Usman bin Affan, ketika bangsa Arab mulai mengadakan kontak dengan
bangsa-bangsa lain, mulai terlihat ada perselisihan dikalangan umat Islam,
khususnya dalam hal bacaan Al-Qur’an. Akhirnya, Usman berinisiatif untuk
melakukan penyeragaman tulisan al-Qur’an dengan menyalin sebuah Mushaf Al-Imam
(induk) yang disalin dari naskah-naskah aslinya. Keberhasilan Usman dalam
menyalin Mushaf Al-Imam ini berarti ia telah menjadi peletak pertama bagi
tumbuh dan berkembangnya ilmu al-Qur’an yang kemudian populer dengan Ilmu Rasm
Al- Qur’an atau Ilmu Rasm Usmani.
4. Al-Qur’an ketika
itu belum diberi harkat maupun tanda baca lainnya untuk memudahkan membaca
Al-Qur’an. Oleh karena itu, Ali memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Dualy (w. 691 H.)
untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab dalam upaya memelihara bahasa
Al-Qur’an. Tindakan Ali ini kemudian dianggap sebagai perintis lahirnya Ilm
al-Nahw dan Ilm I’rab Al-Qur’an.
5. Ilmu al-Qur’an
terus berkembang sejak abad II H sampai munculnya al-Suyuti pada abad IX. Pada
waktu itu, perkembangan Ilmu-ilmu al-Qur'an seolah-olah telah mencapai puncaknya
dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ilmu-ilmu
Al-Qur'an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Iman Al-Suyuti.
Setelah wafatnya al-Suyuti sampai saat ini, ulama-ulama kontemporer terus
mengembangkan ilmu al-Qur’an
b.
Kritik dan Saran
Penulis
telah memberikan gambaran umum tentang pengertian Ilmu, pengertian Al-Qur’an,
pengertian ulum qur’an, Pentingnya mempelajari ulumul qur’an, bukti ilmiah
kebenaran al-qur’an dan sejarah perkembangannya dari masa ke masa. Namun tidak
menutup kemungkinan, banyak persoalan seputar tema yang diangkat yang belum
tuntas, sehingga perlu tinjauan kembali dari teman-teman, dan lebih khusus
dosen pemandu untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini dan semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua.
c. Daftar Pustaka
[1]Muh{ammad
Bakri Ismail, Dirasat fi Ulum al-Qur‘an (Cet. II; Kairo: Dar al-Manar, 1999),
h. 9.
[2]Muni‘ Abd
al-H}alim Mah}mud, Ah}mad Syah}atah Ah}mad Musa, Abd al-Badi‘ Abu Hasyim
Muh}ammad, Ulum al-Qur‘an al-Karim (t.d.), h. 49.
[3]Ibid
[4]Baca Ihya
Ulumuddin tentang konsep ilmu.
[5]Kementerian Agama
RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (t.t.: PT. Adhi Aksara Abadi Indonesia, 2011),
h. 6
[6]M. Quraish Shihab,
Op.cit., h. 62
[7]Kementerian Agama
RI, Op.cit., h. 854.
[8]Manna’ al-Qattan,
Mabahis| fi ulum al-Qur‘an (Cet. 10; Kairo: Maktabah Wahbah, 1997), h.
[9]Mardan, Al-Qur’an:
Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, (Cet. I; Makassar: Alauddin
Press, 2009), h. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar