Constructing Of
Progresif Education
(Membangun Pendidikan Progresif)
Pendidikan adalah sebagai tolak ukur terhadap
kelayakan, pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan suatu negara. Jika sebuah
negara mempunyai masyarakat yang mayoritas berpendidikan tinggi, besar
kemungkinan negara tersebut akan memeliki proteksi keamanan yang bagus, damai,
toleran, serta sejahtera. Maka dari itu merupakan suatu kewajiban bagi setiap
negara untuk menyelenggarakan pendidikan terhadap masyarakatntya. Jauh
sebelumnya Plato telah mengemukakan betapa pentingnya sebuah pendidikan dan
sangatlah perlu, baik dirinya selaku individu maupun sebagai warga negara. Dan
negara wajib memberikan pendidikan terhadap warga negaranya. Mengindikasikan
bahwa begitu besar pentingnya pendidikan bagi manusia atau civil society
sehingga plato mengemukakan akan wajibnya suatu negara untuk merealisasikan
pendidikan dalam bentuk real serta terprogram dengan baik. Karena
melalui pendidikan seseorang bisa mengetahui dan membedakan antara yang benar
dan yang tidak benar. Melalui pendidikan pula orang-orang akan mengenal apa
yang baik dan apa yang jahat, apa yang patut dan apa yang tidak patut.[1]
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa
Yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan
pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan
menjemput dinamakan paedagogos. Dalam bahasa romawi pendidikan
diistilahkan sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang
berada di dalam. Dalam bahasa inggris pendidikan diistilahkan to educate yang
berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.[2]
Menurut JJ Rousseau pendidikan adalah
pemberian pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak akan tetapi
diperlukan pada masa dewasa. Pembekalan tersebut berisi sebuah keterampilan dan
pengetahuan yang urgen sehingga memiliki multi manfaat yang sangat besar untuk
persiapan berinteraksi dengan masyarakat yang kompleks. John Dewey juga
mengemukakan bahwa pendidikan adalah penanaman keterampilan yang fundamental
dan berkenaan dengan rasa ataupun pikiran. John Dewey memberi sebuah penafsiran
terhadap rasa yaitu suatu bentuk pengaplikasian emotional diri
seseorang, sedangkan pikiran adalah wujud dari sebuah intelegensi. Dalam
hal ini Al-Syaebani juga menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha untuk
merubah tingkah laku individu keranah yang lebih baik. Sedangkan menurut
Kihajar Dewantara pendidikan adalah tuntunan didalam hidup kembang dan
tumbuhnya anak-anak. Artinya pendidikan merupakan tuntunan segala kekuatan
terhadap anak-anak yang nantinya ketika menjadi anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[3]
Esensi dari pendidikan adalah tidak pernah stagnan, pendidikan selalu
berubah dan bergerak secara dinamis seiring berkembangnya zaman. Karena itu
para pakar pendidikan selalu bereksperimen dan menganalisis tentang metode atau
cara yang tepat untuk pendidikan yang sesuai dengan kondisi zamannya. Salah
satu caranya dengan mengkonstruksi pendidikan progresif. Melalui ini,
diharapkan bisa memberantas distingsi-distingsi yang buruk terhadap pendidikan.
Asumsi relatifnya ialah terdapat pernyataan bahwa pendidikan hanyalah sebagai
ladang untuk menanam bisnis mega proyek lalu menghasilkan product
pengangguran. Banyak sekolah yang telah dianggap sebagai pasar, bukan lagi
tempat transfer of knowledge
(pemindahan pengetahuan) atau transfer of value (pemindahan nilai).[4]
Dengan hadirnya progresif education
diharapkan bisa membantah terkait dengan distingsi-distingsi buruk terhadap
pendidikan serta dapat membuktikan secara ilmiah bahwa pendidikan bukanlah
sebagai problem place (tempat masalah) akan tetapi problem solving
(pemecahan masalah). Secara garis besar pendidikan progresif adalah proses
usaha untuk menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan progress
(terus maju) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan peradaban baru, yang
berfokus terhadap demokrasi pendidikan, kurikulum yang baik dan Ideal school.
Arti dari demokrasi pendidikan yang diterapkan
dalam pendidikan progresif yaitu memberi
kebebasan, baik secara fisik maupun cara berfikir, guna membangun bakat yang
terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan orang lain. maka dari
itu pendidikan progresif sangatlah tidak setuju terhadap pendidikan otoriter.
Sebab pendidikan otoriter hanya akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk
hidup sebagai pribadi yang gembira dalam belajar dan mematikan daya kreasi baik
secara fisik maupun psikis anak. Sebagaimana yang dikutip Waty Soemanto dalam psikologi
pendidikan : landasan pemimpin pendidikan, John Dewey ingin mengubah
hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan ; 1) memberi kesempatan murid
untuk belajar perorangan. 2) memberi kesempatan murid untuk belajar melalui
pengalaman. 3) memberi motivasi bukan perintah.
Tidak hanya sebatas demokrasi pendidikan,
kurikulum yang baikpun juga penting. Dalam hal ini ialah kurikulum yang
berpusat pada pengalaman yang telah diperoleh anak didik selama disekolah dan
dapat diterapkan dalam bentuk kehidupan nyata. Dngan mengimplementasikan metode
pendidikan learning by doing (belajar sambil melakukan) dan problem
solving (pemecahan masalah).
Adapun sekolah yang ideal adalah sekolah yang
isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Sekolah harus dapat
mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah
sekitar. John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi.
Oleh karena itu dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan
sebab belajar yang baik tidak hanya di sekolah saja. JJ Rouseu juga berpendapat
bahwa anak didik harus dididik sesuai dengan alamnya.[5]
Jika kesemuanya dapat terealisasika dalam wujud real, tentunya akan
cepat membentuk anak didik yang memiliki spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kecerdasan, dan akhlaq mulia sesuai dengan yang dicita-citakan dalam UU Nomor 20 tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar